BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, August 5, 2009

Kiasan Firasat Sepenggal Mimpi

Seorang gadis belia usia belasan tampak termenung, ia duduk di batu karang menatap ombak yang berkejaran. Lentik jemarinya memainkan Lira. Kudekati ia dan aku berkata “Tolong mainkan sebuah kidung untukku”, ia tak menoleh lalu bertanya “Siapa namamu ?”, “Tak perlu kau tau namaku, nyanyikan saja kidung tentang aku, karena aku terpukau dengan permainan Lira-mu !”, ia tersenyum dan dari bibir mungilnya terlantun suara yang merdu dengan iringan denting Lira. Mataku terpejam menikmati indahnya suasana, desiran angin pantai itu membuatku terhanyut. Tatkala kelopak mataku terbuka, aku tak melihat gadis cantik itu disisiku lagi, ia telah berada di atas sampan tepat didepan jasadku, tangan kirinya memegang Lira yang putus dawainya, dengan tangan kanannya ia mendayung, tapi bibir mungilnya masih tetap berlantun dengan suara agak parau sesekali mengisakkan tangis, ia terus melaju dan lemparkan Lira indahnya ke dasar lautan, kuterpaku ia menangis, menjauhi aku, dan aku berteriak “Wahai Ratu ku, apa gerangan yang terjadi, apa karena aku atau Lira-mu kau menangis, dan meninggalkanku ?. Wahai Ratu ku,
jangan tinggalkan aku, aku butuh dirimu. Wahai Ratu ku, nyanyikan lagi kidungmu.
Wahai Ratu ku, ambillah selembar rambutku atau sehasta urat nadiku sebagai pengganti putusnya dawai Lira indah yang kau hempaskan. Wahai Ratu ku, aku mencintaimu !”, tapi ia melambai, tersenyum, menangis, menghilang, dan mendarat di seberang pulau yang jauh nun di seberang sana. Tak akan bisa aku ikuti, aku tak mempunyai sampan, serta samudera itu tak mungkin untuk diseberangi.
Seorang gadis cantik usia belasan, kini tiada lagi disampingku, hilang dari mataku tapi tidak dihatiku, bagiku ia masih tetap hidup, hingga bila kulihat senja memerah, aku bisa melihat ia ada di antara lembayung, terbang sesuka hati sambil melantunkan kidung - kidung mesra penyayat hati, dengan Lira emas di tangan kirinya, dan tangan kanannya memegang selendang berwarna ungu yang ia lemparkan kepadaku. Kukecup selendang itu, semerbak wangi di sekujur tubuhku, terisak ia tatkala kupeluk, lalu selendang itu musnah setelah kukecup, musnah karena tatapan bola - bola api yang ia pancarkan. Namun sinaran kasih sayang dalam hatinya yang selembut salju, musnahkan bola api itu, dan dengan sayapnya ia mengajakku naik ke langit senja, tapi tak pernah aku turuti. Aku hanya menunggu sampai kapan ia akan turun ke bumi.
Dalam senyumannya yang terlukis dilangit, ia berjanji akan turun kembali ke bumi, menjelma menjadi seseorang yang aku impikan.
dan aku percaya itu. Bila suatu saat ditepi pantai kau melihat bintang jatuh, lalu di tempat jatuhnya muncul seorang gadis cantik usia belasan, dengan bibir mungil kemerahan, dengan rambut keemasannya berlari dan tertawa riang, tolong kabari aku, katakan ia telah kembali, katakan padaku ia telah menjelma menjadi sosok impian bagi aku. Katakan pula padanya aku kan menghampirinya, meski ia takkan peduli dan terus berlari, bernyanyi, memainkan Lira emas yang selalu ada di tangan kirinya.

0 comments: