BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Monday, May 18, 2009

Mudah dan Lugas

Aku hanya ingin berjalan diantara kejadian-kejadian yang pernah dan akan terjadi dari aku, aku tak mau diganggu oleh keadaan-keadaan statis yang sengaja dicipta untuk membuat aku menjauh, sebenarnya bagi diriku, aku tak perlu diusir... tanpa begitupun aku bisa pergi berlalu, tak usah banyak bicara, tak perlu banyak curiga, dan tidak perlu juga ucap sebab akibat yang sangat jauh dari kejadian yang tengah terjadi. Aku adalah seperti aku yang berkehendak layak, mudah, dan tidak perlu memutar otak jauh-jauh untuk memahaminya, aku adalah seperti yang terlihat, akan tetapi meskipun itu, bukan berarti aku dan wujudku selalu sejalan, terkadang sangat terpisah jauh dari nyata sebenarnya. Dan sebenarnya pula aku ingin tertawa bila diriku dilihat sejauh mata batin orang yang sama sekali mata batinnya tak terbuka, ibarat sepasang mata di kepala, seperti saat membuka mata di pagi hari... yang perlu beberapa waktu untuk memulihkan jarak pandangan seperti biasanya.


Mungkin saranku... jangan pandangi aku ketika mata masih mengantuk, jangan bicara padaku saat masih tertidur, karena percuma saja ... akan aku anggap sebagai igauan belaka. Jangan pernah tuntun langkahku sementara masih saja mencari tongkat penopang tubuh, jangan pula bicara tentang norma bila sebenarnya norma-norma yang dibicarakan itu tengah menjadi alas kaki. Dan aku tidak bisa berpikir jernih bila tertekan, atau merasa terjatuh. Sebab tekanan yang ada membuat aku semakin gencar untuk melakukan kebobrokan itu, percuma dan mungkin percuma, bila seperti itu cara pandang terhadapku, baiklah aku kabulkan. Bila aku seperti orang yang pandai menyakiti, maka aku akan jadi pembunuh, bila aku seperti pembual, maka aku akan menjadi rajanya. Sekarang terserah saja, aku kembalikan lagi kepada aku, karena akupun masih mencari tentang arti keberadaanku disini.

Beku...... Aku harap Pasti

malam ini dingin kembali, tidak seperti waktu sebelumnya, hawa membeku ini terasa semakin melumpuhkan belulangku saja, semakin lengkap sudah dengan tiada suara-suara seperti biasanya yang membuat aku berbincang, tergugah untuk membangun sebuah pembicaraan, namun dengan begitu pula aku merasa tidak tertahankan untuk menjangkau apa yang tengah kupandangi di pangkuan tanganku, ketika kujamah tetap saja tidak berubah menjadi sesuatu yang aku mau. Yang aku jamah hanya sebuah kertas.... yang didalamnya hanya terdapat lukisan tanganmu saja, mengapa tidak aku menjangkau tanganmu yang sebenarnya ? dan sangat jauhlah itu bisa aku rasakan, entah pula lenganmu ingin dijamah lagi olehku atau tidak. Bila kau enggan... tak mengapa biar aku genggam saja di dalam tidurku, sebab seperti yang diketahui, mimpi-mimpiku adalah teman bagi lelapku, walaupun bertemakan keburukan aku tetap masih bisa menikmatinya. Aku harap harapanku kini jangan musnah, bila tak akan pernah terulang lagi... aku tak ingin untuk melupakannya, sebab kenangan yang pernah ada pasti menjadi sangat manis meskipun pahit saat tercipta. Dan apakah dingin malam ini bisa mengerti ?, sepertinya iya... sebab melalui dingin yang tercipta ini, aku semakin menikmati buaian-buaian mimpi yang ada, walaupun terjebak, aku masih bisa untuk terjaga dan berharap mimpi yang lain saat mataku kembali untuk dipejamkan.


Mungkin saja mimpi-mimpi yang hadir itu adalah harapan-harapan terpendam yang belum bisa terpenuhi olehku. Terima kasih malam... semoga kau semakin membeku bersama kebisuan yang aku jalani saat ini.

Aku Masih Belum Yakin

Aku tahu hidupku takkan berakhir disini.
Saat aku putus asa, aku coba dalami apa makna yang terjadi dalam hidup ini.
Aku tahu, dibalik awan hitam yang tebal, masih ada awan putih yang akan hadir.
Setelah hujan akan ada pelangi yang datang.
Dan bila bulan tak hadir, bintang sanggup gantikannya untuk menerangi kegelapan di malam hari.
Begitu pula hidupku. Untuk apa aku berputus asa seandainya masih ada jalan lain yang mesti aku lalui.
Bila aku menemui kebuntuan, aku masih dapat menapaki jalan lain.
Dalam arti bila aku mengalami sesuatu, lantas aku merasa jatuh, aku tidak ingin terus berada dalam belenggu.
Aku akan coba mencari cara untuk keluar.
Aku tak ingin terus disini. Tapi jika aku menemukan jalan itu,
apakah aku sanggup menapakinya? Aku masih belum yakin.
Tapi aku akan mencobanya.

Inspirasiku

Kau tak pernah meracuni hidupku. Kau tak pernah menyakiti aku. Kau tak pernah melukai aku. Kau selalu menjaga aku. Kau selalu baik padaku. Kau selalu berusaha untuk menyenangkan aku, walaupun kau harus mengenyampingkan kebenarannya. Kau selau mengatakan aku adalah inspirasimu. Begitu juga kau. Kau adalah inspirasiku. Akupun ingin berbuat hal yang sama seperti yang pernah kau lakukan, kau hadirkan, dan kau berikan. Kau tanpa sengaja telah mengajarkan aku bagaimana memberikan sesuatu yang berarti kepada seseorang yang istimewa keberadaannya. Kau telah ajarkan aku bagaimana memberikan cinta, kasih sayang, begitupun prosa ini. Aku sangat mengagumi kamu. Inspirasi ini tercipta karena kekagumanku kepada karyamu. Kau sangat kaya bahasa. Seandainya aku bertanya satu kata, kau mampu menjawabnya seribu kata, seakan-akan kata-kata bagimu tak akan pernah habis. Aku tak tahu apa kelebihanmu itu juga kau gunakan untuk menjadikannya sebuah alasan, yang jelas aku kagumi kelebihanmu. Sebenarnya saat kau hadir, inspirasiku telah ada. Tetapi aku melukiskannya lewat surat dan kepedulianku kepadamu. Aku tak mampu ungkapkan dengan cara yang sama seperti yang kau lakukan. Kini, saat kau tak lagi bersamaku, apa yang dapat aku perbuat? Inspirasiku tak bisa lagi terungkap lewat kertas dan pena, juga sentuhan cinta kasih. Yang mungkin aku lakukan adalah mengungkapkannya lewat sebuah media kecil namun mampu menyimpan beratus bahkan berjuta-juta kata.

………………?

Purnama ini aku merasa aku sangat tertekan. Di purnama ini aku merasa jatuh. Dan di purnama ini aku merasa tersiksa. Yang aku syukuri aku masih bisa menjaga hati dan fikiranku. Aku tahu, situasi seperti ini sangat memungkinkan aku untuk terjerumus dan jatuh, yang mungkin dapat mempersuram masa depanku. Saat aku tahu kau milikku tak lebih dua purnama. Sedangkan kau bersamanya hampir tiga kali perputaran bumi. Yang dulu kuketahui aku bersamamu sekitar sembilan purnama. Tapi ternyata tidak begitu kenyataannya. Bagiku walaupun hanya dua purnama sangat berarti. Daripada sembilan purnama tapi penuh dengan ketidaksungguhan. Tapi aku tahu bagaimana posisimu. Dan aku tak pantas untuk terlalu menyalahkanku karena kehadiranku sebenarnya adalah suatu kesalahan bagimu. Kau tak pernah hilang. Kau sulit untuk hilang. Kau tak ingin ku hilangkan. Karena terlalu indah dan manis. Dan aku tak ingin terus begitu. Tak akan aku biarkan hidupku terhenti disini.

Bukan Kau Penyebabnya

Penampilanmu mungkin sembarangan. Karena kau memang tumbuh dilingkungan yang mendukung penampilanmu. Perilakumu mungkin tak jauh beda dengan penampilanmu. Karena kau tidak tumbuh dilingkungan yang mampu menentang tindakmu berlaku.
Meski ada jegalan tapi kau tetap pada apa yang ingin kau lakukan sehingga mungkin jegalan itu jadi tidak berarti. Hal itu memang mampu berpengaruh pada orang yang berada didekatmu. Begitu juga aku yang pernah bersamamu. Semua itu memang berpengaruh, tetapi bukan dari penampilanmu dan perilakumu yang sembarangan itu. Apakah kau tak tahu kau masih punya perilaku yang baik untuk orang yang ada disekitarmu. Aku dulu memang anak yang pendiam dan penurut. Tapi kini aku menjadi seorang yang pemberontak dan sulit diatur saat aku bersamamu. Itu semua lazim terjadi diusiaku ini.
Kau bukan penyebab itu semua. Seandainya aku begitu saat bersama orang lain, mungkin dia juga menyangka bahwa dialah menyebabnya. Tidak. Karena ini semua memang terjadi dikehidupan seorang manusia yang beranjak dewasa. Kau bukan penyebabnya. Akupun tahu kau pasti pernah dan telah mengalaminya. Lumrahkah kalau itu terjadi padaku?

Jalan Terbaik-Nya

Kau datang dikehidupanku adalah sebuah rencana Tuhan. Saat kau pergipun adalah ketentuan dari-Nya. Aku tak kuasa untuk menolak semua itu karena aku hanya hamba yang penuh dengan keterbatasan.


Aku hanya meminta kekuatan untuk menjalani apa yang telah Ia gariskan. Aku tahu Ia tidak akan memberikan cobaan yang tak sanggup diemban oleh hamba-Nya. Ini semua memang jalanku dan kau memang bukan untukku. Aku hanya berharap aku memperoleh hikmah dari ini semua. Suatu saat aku akan menuntut kebahagiaan dari-Nya.


Aku ingin aku tidak mengalami lagi apa yang telah aku alami di kemudian hari. Salahkah aku bila berharap demikian? Aku tahu itu terlalu egois karena hamba macam aku hanya hamba yang banyak permintaan padahal aku belum bertaqwa. Tapi apalagi yang bisa kuperbuat selain meminta pertolongan dan tuntunan? Aku sebagai manusia pasti mudah terjerumus apalagi diusiaku yang masih muda dan terlampau muda. Tapi aku yakin Ia akan berikan aku jalan terbaik meski aku belum sepenuhnya bertaqwa kepada-Nya.


Aku yakin Ia akan membantu aku keluar dari belenggu, dan memberikan kebahagiaan yang lebih indah dari yang pernah terjadi saat kau masih bersamaku.

Perumpamaan Dirimu

Seandainya aku seekor ikan, kau telah mengajarkan aku berenang.
Seandainya aku seorang anak kecil, kau telah ajarkan aku bicara.
Seandainya aku seekor burung, kau telah ajari aku terbang.
Seandainya aku anakdidikmu, kau berikan aku sebuah pelajaran.
Seandainya kau ayahku, kau ku jadikan panutan.
Seandainya kau kakakku, kau mampu menjagaku.
Seandainya kau matahari, kau telah memberiku sinar kehangatan.
Seandainya kau air, kau telah memberiku kesejukan.


Tetapi kau bukan api yang dapatmembakar aku. Kau bukan pisau yang dapat melukaiku. Kau bukan lebah yang jika sudah menghisap madu lalu pergi meninggalkan bunga. Kau bukan es yang mampu membekukan hatiku. Itulah dirimu dalam penilaianku selama ini. Semua memang demikian adanya. Kau adalah keindahan yang pernah ada dalam hidupku.

Salah Lidahku

Aku bertemu kekasihmu sore itu. Kami berjalan ditengah hujan deras disuatu tempat yang baru kali pertama aku tapaki. Saat itu kami banyak bercerita, saling bertukar cerita tepatnya. Semula aku bingung apa yang harus kuceritakan ketika ia bertanya. Aku hanya bercerita sedikit. Karena aku sangat gugup dan takut salah bicara. Suatu ketika kami berhenti karena hujan dirasa sudah sangat deras. Kami berteduh disuatu tempat yang berada dibelakang tempatmu juga orang banyak berada.

Lalu dia mulai bercerita, aku sangat kaget karena dia bercerita tentang sesuatu yang juga ingin aku ceritakan tapi aku sembunyikan. Ternyata sedikit banyak apa yang kami alami tak jauh beda. Entah apa yang aku rasakan saat itu rasanya sulit diterjemahkan. Hal itu membuat aku ingin bercerita juga tanpa ada yang harus disembunyikan. Mulai dari sebuah prosa yang kau berikan, kejadian yang pernah hadir, serta kata-kata yang pernah kau ucap kepada kami hampir sama. Kami merasa heran, dan aku merasa apa yang aku rasakan sama seperti apa yang ia rasakan juga. Kami coba untuk lebih saling terbuka satu sama lainnya, tapi sebenarnya kami malah sama-sama menjadi sakit. Mungkin itu lebih baik daripada kami saling menutup-nutupi. Toh kebenaran akan menyeruak dan aku akan lebih mengenal siapa kamu.

Ada perasaan kesal, benci, dan marah dihati kami. Sehingga kami lebih memilih untuk menghindar dari pandanganmu. Kami hanya menghindari emosi kami yang tak terkendali bila kau ada di hadapan kami. Entah apa yang akan kami lakukan padamu apabila kamu ada dihadapan kami. Rasanya banyak kata yang ingin aku lontarkan kepadamu, tapi aku tak sanggup mengatakannya karena terbentur oleh keadaan. Suatu saat aku melihat kekacauan di tempatmu berada dari kejauhan. Kami panik dan kami berharap kau tidak berada dalam kekacauan itu. Sementara kami menenangkan diri kami masing-masing. Sampai aku memutuskan untuk pulangpun aku tak tahu apa yang telah terjadi.

Suatu pagi aku berdiam diri di suatu ruang. Temanku menghampiriku dan mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak aku ketahui. Saat itu aku baru mengetahui keadaanmu yang sebenarnya. Aku terperanjat, lalu terjatuh. Entah apa yang terjadi sehingga aku tak sadar diri sesaat lalu teringat berbagai kata-kata yang terucap sore itu. Aku menyesal mengatakannya. Semua terjadi akibat lidahku sendiri. Aku melukaimu. Aku tak pernah memaafkan apa yang telah aku lakukan. Maaf. Bukan itu sebenarnya maksud hatiku. Emosi dan keegoisan yang menyebabkannya. Aku bodoh karena tak bisa menjaga lidah. Maafkan aku…aku melukaimu. _Cw't_

Antar Aku Kembali

Aku bertemu sebuah perahu kayu nan elok penuh taburan bunga indah di tepi samudera. Aku sempat berlayar, namun tak lama karena ia harus pergi menepi kembali di samudera yang lain. Aku tak hiraukan itu karena ku ingin jelajahi samudera bersama perahu layar yang telah lama aku idamkan selama ini,meski aku belum melupakan kekecewaanku juga kenangan indah bersama perahu sebelumnya. Sayang perahu layar itu tak pernah bisa ku tumpangi karena terlalu indah untukku. Aku sedih dan aku tak berdaya, padahal aku sudah memohon kepada awaknya dan aku rela korbankan apapun, demi mencari permata bersamanya. Tetapi ia menolak dengan alasan ia tak enak hati dengan perahu lain yang juga mengharapkan aku menaikinya. Tetapi aku tak ingin dan aku memilih untuk tak pergi berlayar.

Lalu aku bertemu perahu kayu yang serupa tapi berbeda kondisinya di tahun berikutnya. Aku pernah mendengar cerita tentang perahu itu dari sahabatku. Perahu itu selalu mengalami masa sulit di perjalanannya. Beberapa kali ia hancur dan hampir tenggelam. Aku tak begitu tertarik karena kupikir itulah jalan hidupnya. Lalu aku dikabari bahwa perahu itu akan segera datang. Ku coba temui. Perahu itu menawarkan diri untuk aku tumpangi, aku tak menanggapi karena aku masih mengharapkan pergi berlayar bersama perahu layar yang selalu aku kagumi kemegahan rupanya. Tapi aku tahu apa yang akan terjadi bila aku tetap pada keinginanku, aku tak akan pernah temukan permata itu. Lalu ku pergi juga bersama perahu kayu itu walau ku terpaksa melakukannya demi obsesiku terhadap permata. Aku merasa canggung berada didalamnya karena perahu itu terlalu tua untuk ku tumpangi. Tapi apa artinya jika permatalah tujuanku sebenarnya. Aku terheran melihat keramahan awaknya dalam perjalanan itu, aku tersanjung dengan segala apa yang diberikan olehnya dan membuat hatiku berbunga. Kulihat kesungguhan dan ketulusan hati dia mengantarkanku ketempat tujuanku. Aku terkesima, perlahan akupun luluh dan coba untuk memautkan hatiku seutuhnya. Aku bahagia, aku banyak temukan butir-butir intan yang bisa buatku merasa tinggi, kaya, dan beruntung. Tak kusadari aku dapatkan badai besar yang mampu hancurkan perahu tempat kami memadu kasih. Kami coba tetap tegar dan tabah, ku sempat hampir terhanyut dalam badai itu. Lalu ia menolongku untuk tetap bertahan diperahu bersamanya. Dia tanamkan rasa semangatku untuk tetap melanjutkan perjalanan kami. Dan dia berhasil buatku tenang. Aku semakin mengaguminya. Badai itu tak kunjung berhenti, malah makin gencar saja ombak menghantam perahu kami. Aku sempat putus asa dan beberapa kali aku ingin pergi tinggalkan perahu itu, tapi ia mencegahku dan memohon, aku sendiri sebenarnya berat meninggalkan itu semua, dan keinginanku kuurungkan. Kami bertahan sampai beberapa purnama. Tapi badai itu menguat dan ombak berdatangan secara bertubi-tubi. Lalu aku berpikir lagi untuk pergi meninggalkan perahu itu, tapi aku kembali karena aku tak mungkin pergi tanpanya.

Aku tak mungkin menumpang pada perahu lain karena jiwaku ada pada perahu itu. Lagipula aku sudah merasa nyaman berada didalamnya, aku merasa bahagia dan hidupku terasa lebih berarti bila bersamanya, dan aku merasa kuat untuk terus berlayar meski alam seakan tidak mengijinkan kami. Tetapi aku tak ingin pergi berlalu tinggalkannya. Aku hanya berusaha untuk menjaga keutuhan perahu kami agar tak tertikam badai. Dan hancur. Aku tak ingin menjadi menyebab dari kehancuran perahu itu. Aku tak ingin ia mengalami kehancuran yang sama seperti dulu, apalagi itu semua karena aku. Aku tak akan maafkan diriku sendiri apabila itu terjadi. Suatu saat ia pergi meninggalkan perahu kami meninggalkan aku dan berjanji tak akan lama, ia akan kembali. Tetapi apa yang terjadi setelahnya.

Ya…ia kembali. Ia kembali bersama sebuah perahu layar yang penuh dengan tambalan baja, tetapi tetap terlihat indah dan kokoh. Ia datang dengan seorang penumpang lain. Aku terkaget, akan tetapi ada rasa tertentu yang sulit diterjemahkan oleh aku sendiri. Lalu yang selanjutnya terjadi, dengan tiba-tiba perahu yang ku taikipun retak karena bersentuhan dengan kapal layar mereka. Tak lama kemudian mereka pergi bersama kapal layar mereka. Dalam waktu yang bersamaan perahu kayuku hancur. Ternyata perahu mereka memang benar-benar kokoh karena mampu hancurkan perahuku. Kapal layar mereka mulai menjauh…jauh dan jauh…. aku hanya terapung di tengah samudera diatas sebuah kayu dari perahuku yang tidak ikut hanyut dan tenggelam. Aku meratapi perahunya yang terus melaju semakin jauh. Bertrilyun jaraknya. Aku mungkin tak sanggup mengejarnya, tetapi ada kemungkinan aku bisa berenang kesana karena aku masih punya sisa tenaga yang tak seberapa besarnya. Atau aku cukup berdiam diri mengharap ia akan kembali menjemputku. Tetapi itu tak mungkin karena kapalnya sudah terlihat sangat jauh dan sangat kecil terlihat dari tempatku terdiam. Tapi aku masih mampu melihatnya. Aku tahu kesempatanku untuk mengejarnya masih ada selama kapalnya masih terlihat, walaupun kemungkinannya sangat kecil. Hampir satu purnama aku terkapar di tengah samudera itu, aku merasakan waktuku hanya tinggal sedikit. Mungkin sebentar lagi aku akan mati karena separuh dari tubuhku mulai kaku. Tetapi aku coba bertahan, aku tak ingin hidupku berakhir disini.

Terlalu tragis dan sangat mengerikan. Tapi apa yang bisa aku perbuat di tengah samudera yang luasnya berhektar-hektar seakan tak berujung. Aku mulai merasa muak dengan keberadaanku disini. Aku tertawakan kebodohanku, aku tangisi kenangan indah perahuku yang telah hanyut. Aku tak ingin menyesal, aku tak ingin merasa benci karena mungkin inilah jalanku, aku yang memilih jalan ini, aku harus menerimanya. Aku senang karena aku tak mengecewakannya. Aku akan lebih senang apabila disana ia temukan kebahagiaan. Tapi kenapa ia tinggalkan aku disini? aku ingin kembali ke tempat dimana aku seharusnya berada dan berkembang. Aku tahu aku belum pantas berada disini, disituasi seperti ini, aku terlalu muda. Antar aku kembali dengan kapal layarmu. Walau aku harus berada di belakang perahumu dalam keadaan terseret karena aku tahu kapalnya tak kan bisa melaju melebihi kapasitasnya. Aku akan memohon. Bagaimanapun caranya, antarkan aku pulang. Kesana…ke pesisir. Walau aku tahu jasadku sudah ada disini, tapi jiwaku masih berada bersamanya. Akan kutinggalkan kebisuanku disini. Dan aku tetap menginginkan untuk kembali. Akan aku tunda harapanku meraih permata.

Mengapa kutunda? Karena aku yakin aku akan meraihnya dengan perahu berbeda yang berkenan mengantarkan aku kesana. Suatu saat nanti ia pasti datang. Dan aku akan pergi. Dengan tidak melupakan apa yang pernah terjadi dan terjalin dimasa lalu. Aku tidak akan pernah melupakan kehadiran perahu kayu dan awaknya yang baik itu dalam perjalananku. Tapi aku berharap kembali pulang. Antar aku pulang, antar aku kembali ke pesisir….kumohon…kembalikan aku!!!. _Cw't_

Sunday, May 17, 2009