BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, August 5, 2009

Hati yang Meredam

Ada perasaan perih saat sembilu mengiris jemari sukmaku, darah yang diteteskannya seakan tidak mau berhenti untuk luruh, jatuh mewarnai merahnya mataku. Sekeping lingkaran emas bertatahkan berlian mencolok anganku di jemari manismu, aku tahu itu merupakan pertanda lembayung hati mulai turun dan musnahkan sinaran jiwa dengan kabut tebal disekelilingnya. Aku tak menyangka semudah itu lembaran citamu berakhir, tak menyangka lembaran kisahku pun harus dicoret dengan tinta merah pertanda ketulusan dan kebenaran berdiri tegak. Bibirmu yang terbalut norma keanggunan telah berubah jadi setajam pedang, hati kembutmu telah membatu, mungkin hanya karena bakti terhadap kedua terkasih, kau musnahkan berjuta tulisan kisah yang masih mewarnai rindumu. Aku tahu kau tak ingin, dan kau tahu aku tiada terima, tapi harus bagaimana lagi ?, sentuhan terakhir jemarimu menyapa luruh wajahku, tak selembut ketika kau hempaskan setangkai mawar yang kusematkan di gaunmu. Senyumanmu coba tegarkan hati ini, aku balas dengan kebesaran hati, walaupun dentuman halilintar tepat berada diatasku memekakan telinga bathin. Dan selama tiga purnama aku masih rasakan lembut tanganmu, binar matamu, hangat sapamu,
erat dekapan terakhir itu yang segera kulepas tatkala menyadari bahwa kemenangan belum ada di pihakku. Aku ‘kan pergi dengan kepingan hati, tundukkan jiwa, menepiskan harap yang mungkin tiada terwujud, entah sampai kapan, mungkin saat ini, tahun nanti, abad nanti, atau tidak untuk selamanya.

0 comments: