BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, August 5, 2009

Dalam Suatu Reuni

Gelak tawa canda memecah kesunyian malam, suara-suara riang terlontar begitu saja dari mulut mereka, entah karena secawan anggur yang ditenggakkan atau sebagai pelepas kejenuhan otak dan kerinduan hati. Duduk dan terpaku diriku di antara hingar-bingar suasana, disini aku merasa tidak terakui, tak ada satupun mahluk yang mau menemani atau mendekati aku, bahkan nyamuk pun enggan mencumbu kulitku seperti yang biasa dilakukan di kamar tidurku. Entah karena lelah jiwa atau tak bersahabatnya benakku, dan otakku tak seperti sukmaku yang tengah mengangkasa.
Detik demi detik bergulir, kurasakan sepasang mata sedang perhatikanku dari kejauhan, sejurus langkah gemulai itu perlahan mendekat dan mendaratkan tangannya dipundakku. Aku terhenyak ketika menyadari seulas senyum manis menyilaukan kelopak mata, ia ulurkan tangannya tuk disambut, menggenggam ia, menarikku turun ke lantai dansa. Suasana kini berubah, keriangan berganti kesunyian, kutengok sekelilingku penuh dengan warna keromantisan, terhanyut aku di antara mereka dalam alunan musik klasik yang sendu, memaksa setiap insan untuk membuka hati menyambut kasih yang terpancar dari tatapan jiwa.
Nanar kupandangi wajah itu, rambut mewanginya jatuh di pundak dan lenganku. Erat dia memelukku seirama dengan nada. Aku hanya terdiam dan mengingat apa yang pernah aku dan dia jalani, tersenyum aku lalu sesaat terhenti ketika kurasakan kehangatan mungil bibirnya menyentuh kulitku, aku tak kuasa bergerak, dan hatiku kini berteriak “Itu semua sudah berakhir, aku tak akan mengulanginya lagi… Kau boleh perlakukan aku sesukamu saat ini, tapi jangan bicarakan soal rasa dan cinta, semua hanya bisa kulakukan semalam ini, esok hari nanti mungkin aku berlalu. Meninggalkan semua kenangan manis pahitnya yang pernah kualami bersamamu. Sekarang… bawalah aku pergi, terbang bersama sayap gaunmu, buailah aku dengan tarikan nafas harummu, sanjunglah hatiku lewat bibir lembutmu, karena aku telah mengetahui diriku akan kau lupakan bila jauh darimu, walaupun sehasta jaraknya. Seperti yang sering kau lakukan dulu, saat kita masih melangkah seiring. Biar kita nikmati indahnya purnama bersama desakan emosi jiwamu hingga saat terbit fajar nanti. Karena ini takkan terulang untuk kesekian kalinya, entah sampai kapan, mungkin untuk selamanya. Selamat tinggal benak liarku… dekapanmu harus kau lepas…
aku akan pergi menemui derap langkah nyata, yang bisa menyejukkan hati dan jiwaku sepenuh kepastian.
Kamu hanya segumpal asap bagiku, yang akan musnah dengan satu hembusan lembut sang bayu. Lebih baik aku nyalakan bara di daun surga, daripada harus kusulut bara hatimu yang tengah menyala, menunggu siraman kasih yang berbilur sesalan bila kita jalani”.

0 comments: